RUU TPKS Sah Menjadi Undang-Undang, Tak Ada Tempat untuk Kekerasan Seksual
Bunyi tepuk tangan dan sorak sorai memenuhi ruang rapat paripurna DPR pada Selasa (12/4/2022) siang, setelah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Suasana rapat paripurna menjadi meriah karena luapan kegembiraaan para anggota dewan dan hadirin yang sudah lama menanti RUU TPKS disahkan jadi undang-undang.
"Pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia, apalagi menjelang diperingatinya Hari Kartini," kata Ketua DPR Puan Maharani dari meja pimpinan, suaranya bergetar menahan tangis.
Raut muka politikus PDI-P itu menunjukkan ekspresi bahagia bercampur haru, ia tampak sesekali mengusap matanya. "Ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita.
Karena UU TPKS adalah hasil kerja bersama sekaligus komitmen bersama kita, untuk menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada tempat bagi kekerasan seksual," imbuh dia. Puan berharap, implementasi UU TPKS dapat menghadapi dan menyelesaikan kekerasan seksual serta melindungi perempuan dan anak di Indonesia.
Pengesahan RUU TPKS memang menjadi penantian panjang bagi publik. Butuh waktu sekitar 10 tahun, sejak tahun 2012 ketika Komnas Perempuan pertama kali menggagas RUU TPKS, yang awalnya berjudul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), hingga RUU ini akhirnya disahkan.
Dalam kurun waktu tersebut, RUU ini sempat keluar masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sebelum akhirnya disahkan pada tahun ini. RUU ini pertama kali masuk Prolegnas Prioritas tahun 2016. Ketua Panitia Kerja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan, disahkannya RUU TPKS merupakan buah dari komitmen politik DPR dan pemerintah serta partisipasi masyarakat luas.
"Ini adalah salah satu contoh bagaimana sebuah undang-undang direalisasikan, sebuah undang-undang dimenangkan, bagaimana komitmen politik yang besar dari anggota dewan, komitemen politik yang besar dari pemerintah, serta partisipasi publik yang sangat luas khususnya masyarakat sipil dalam hal ini," kata dia.
Terobosan UU TPKS Saat menyampaikan pandangan pemerintah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menyebutkan, ada sejumlah terobosan yang tertuang dalam UU TPKS. Pertama, UU ini mengkualifikasikan tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang dinyatakan sebagai tindak pidana kekerasan seksual.
Sejumlah jenis kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS antara lain, pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan perkimpoian, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Kedua, kata Bintang, UU TPKS mengatur hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap menjunjung tinggai hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.
Bintang melanjutkan, UU TPKS juga mengakui dan menjamin hak korban atas penanganan perlindungan dan pemulihan sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual yang merupakan kewajiban negara. Selain itu, UU TPKS mengatur perhatian yang besar terhadap penderitaan korban dalam bentuk pemberian restitusi, yakni ganti rugi yang harus dibayarkan pelaku tindak pidana kekerasan seksual bagi korban.
0 komentar:
Posting Komentar