Komisi Informasi Publik (KIP) menggelar sidang pertama terkait sengketa informasi publik mengenai alasan pemerintah melarang ganja untuk keperluan medis. Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) Maruf Bajammal mengatakan, sidang pertama yang digelar di Ruang Sidang Lantai 1, KIP, Gambir Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2022) pukul 09.00 WIB masih berkisar kelengkapan administrasi. "Pada intinya seputar kelengkapan administrasi masing-masing pihak, dari kami pihak pemohon dan pihak termohon, BNN Polri dan Kemenkes," ujar Maruf saat dihubungi melalui telepon, Rabu.
Maruf mengatakan, dari pihak pemohon hanya diminta mencocokkan kembali berkas yang dibawa karena pemohon dalam hal ini hanya membawa salinan saja. Sedangkan dari pihak termohon masih kurang surat kuasa, khususnya untuk instansi Polri dan Kementerian Kesehatan. "Dari hasil sidang semua belum bisa melengkapi sehingga sidang ditunda ke minggu depan menunggu jadwal dari pihak KIP," ucap Maruf.
Adapun sengketa ini sudah lama dilayangkan oleh LBHM, pada 28 September 2020. Hal yang dituntut adalah meminta pemerintah secara transparan dan menyertakan bukti ilmiah alasan ganja untuk keperluan medis ditolak di Indonesia. Saat itu, pemerintah menyebut ganja di Indonesia memiliki kandungan delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang tinggi dan menjadi alasan kuat penolakan penggunaan ganja.
Menurut Maruf, pemerintah harus mempublikasikan bukti ilmiah bila memang benar ganja di Indonesia memiliki kandungan THC yang tinggi. "Jangan sampai itu hanya berdasarkan opini dan stigma saja," ucap Maruf. Menurut Maruf, informasi ini harus segera dibuka agar tidak menghambat kebutuhan ganja medis yang semakin mendesak di Indonesia.
"Termasuk juga bagi Ibu Santi Warastuti yang dalam beberapa waktu belakangan mendapat simpati besar dari publik dalam memperjuangkan pengobatan anaknya dengan ganja medis. Oleh karenanya, Pemerintah harus terbuka dan membuka atas segala informasi penolakan ganja untuk kepentingan kesehatan," papar dia.
0 komentar:
Posting Komentar