Deposit 25k jadi 50k , bonus 100%
Profil Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) memperlihatkan dia pernah menduduki berbagai posisi sebagai hakim. Operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap itu dilakukan di Semarang, Jawa Tengah, dan Jakarta. Dalam perkara itu KPK menetapkan 10 tersangka, termasuk Sudrajad.
Profil Sudrajad Dimyati Menurut laman Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), Sudrajad Dimyati lahir di Yogyakarta pada 27 Oktober 1957. Dia merupakan lulusan SMAN 3 Yogyakarta. Sudrajad menempuh pendidikan strata 1 Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dia kemudian melanjutkan pendidikan strata 2 di kampus yang sama dengan mengambil studi Ilmu Hukum. Sebelum menjadi Hakim Agung, Sudrajad pernah menduduki sejumlah posisi. Menurut data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Sudrajad Dimyati pernah menjadi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 2008. Empat tahun kemudian Sudrajad diberi tugas menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Maluku. Dia juga sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Maluku.
Berselang satu tahun kemudian, Sudrajad diangkat menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat, sekaligus menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat. Saat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat, Sudrajad pernah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk menjadi calon hakim agung di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, saat itu Sudrajad tidak lolos karena diterpa isu suap di toilet DPR yang juga menyeret Bahruddin Nashori yang ketika itu merupakan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Walaupun tidak terbukti, saat itu Sudrajad tidak lolos karena hanya mendapat 1 suara di Komisis III DPR. Pada 2014, Sudrajad kembali diusulkan oleh Komisi Yudisial ke Komisi III DPR untuk mengikuti seleksi calon hakim agung dan lolos.
Dugaan suap Rp 800 juta Firli menyebut dugaan suap bermula saat gugatan perdata dan pidana terkait aktivitas koperasi Intidana bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dalam perkara itu, Intidana memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno. Namun, mereka tidak puas dengan keputusan PN Semarang dan Pengadilan Tinggi setempat. “Sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung,” kata Firli. Pada 2022, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto mengajukan kasasi ke MA.
0 komentar:
Posting Komentar